SISTEM AKUNTANSI : PENGENDALIAN INTERN
Pengendalian intern (internal
control) adalah suatu sistem pengendalian yang meliputi struktur
organisasi beserta semua metode dan ukuran yang diterapkan dalam perusahaan
dengan tujuan untuk :
·
Mengamankan aktiva perusahaan,
·
Mengecek kecermatan dan ketelitian data
akuntansi,
·
Meningkatkan efisiensi, dan
·
Mendorong agar kebijakan manajemen
dipatuhi oleh segenap jajaran organisasi.
Dari pengertian diatas dapat
dipahami bahwa pengendalian intern bertujuan untuk menjaga integritas informasi
akuntansi, melindungi aktiva perusahaan terhadap kecurangan, pemborosan, dan
pencurian yang dilakukan oleh pihak didalam maupun diluar perusahaan. Selain
itu, pengendalian intern juga harus dapat memudahkan pelacakan kesalahan baik
yang disengaja maupun tidak, demikian rupa sehingga memperlancar prosedur
audit. Agar dapat berjalan efektif, pengendalian intern memerlukan adanya
pembagian tanggung jawab yang jelas dalam organisasi. Setiap fungsi harus ada
penanggung jawabnya secara khusus. Tujuannya adalah agar setiap karyawan dapat
mengkonsentrasikan perhatian kepada lingkup tanggung jawabnya masing-masing,
sehingga tidak ada suatu fungsi yang tidak tertangani.
Agar dapat berjalan dengan baik,
suatu sistem pengendalian intern harus memiliki unsur-unsur pokok sebagai
berikut:
·
Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab
fungsional secara tegas.
· Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang
memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan
biaya.
·
Pelaksanaan kerja yang sehat dalam
melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
·
Karyawan yang berkualitas sesuai
dengan tanggung jawab yang dipikulnya.
Struktur Organisasi
Struktur
organisasi adalah suatu susunan pembagian tanggung jawab menurut fungsi dan
hirarkis. Penyusunan struktur organisasi dengan demikian harus diperhitungkan
semua fungsi yang ada dalam perusahaan dan kemudian membagi habis fungsi-fungsi
tersebut kepada pihak-pihak yang harus mempertanggung jawabkannya.
Prinsip-prinsip yang harus dipegang
dalam menyusun suatu struktur organisasi adalah:
·
Harus ada pemisahan antara fungsi
pencatatan, pelaksanaan, dan penyimpanan atau pengelolan.
·
Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung
jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap suatu transaksi dari awal sampai
akhir.
Tujuan dari pemisahan fungsi
ini adalah untuk membangun dan menciptakan internal check atau
mekanisme
saling uji antarfungsi yang saling dipisahkan itu. Bagian pembelian tidak
diperkenankan melakukan pembelian dari awal sampai akhir proses dengan maksud
agar kegiatannya secara tidak langsung diuji atau dicek oleh fungsi lain.
Misalnya bagian penerimaan akan menguji apakah barang yang dipesan oleh bagian
pembelian benar-benar barang yang dibutuhkan perusahaan dengan jalan
mencocokkan barang yang diterimanya dengan permintaan pembelian barang yang
dibuat oleh bagian pencatatan persediaan. Tentunya pencocokan itu bisa
dilakukan karena bagian pencatat persediaan mengirimkan satu lembar salinan
dokumen permintaan pembelian kepada bagian penerimaan.
Sistem Wewenang dan Prosedur Pencatatan
Struktur organisasi harus dilengkapi
dengan uraian tugas (job description) yang mengatur tentang tugas,
hak, dan wewenang nasing-masingg pejabat beserta seluruh jajarannya sesuai
fungsinya. Uraian tugas tersebut juga harus didukung oleh petunjuk
prosedur (procedure manual) dalam bentuk
peraturan-peraturan pelaksanaan tugas yang didalamnya dimuat prosedur
pelaksanaan suatu kegiatan disertai dengan penjelasan mengenai pihak-pihak yang
berwenang untuk mengesahkan suatu kegiatan.
Agar prosedur dan
peraturan-peraturan tersebut ditaati dengan mudah, dapat digunakan bagan alir
prosedur (procedure flowchart) dan didukung oleh
formulir-formulir. formulir memperlancar kepatuhan terhadap peraturan karena
memuat ruang-ruang khusus yang hanya bisa diisi oleh pihak yang berwenang.
Pelaksanaan Kerja Secara Sehat
Tata cara kerja
yang sehat adalah pelaksanaan kerja yang dibuat demikian rupa sehingga
mendukung tercapainya tujuan pengendalian intern. Tata cara kerja yang sehat
antara lain:
· Penggunaan formulir yang bernomor urut
tercetak, sehingga penggunaannya dapat dipantau. Pemantauan diperlukan karena
formulir berperan sebagai alat otorisasi.
· Pemeriksaan secara mendadak terhadap
obyek-obyek yang dianggap penting, misalnya jumlah kas yang tersimpan dikasir,
surat-surat berharga, dan barang berharga lainnya.
· Rotasi jabatan antar karyawan dengan
tujuan untuk memutus mata rantai kolusi yang ada.
· Kewajiban untuk cuti bagi karyawan agar
untuk sementara digantikan oleh karyawan lain. Tujuannya adalah sama dengan
rotasi jabatan, yaitu untuk memutus mata rantai kolusi atau mengungkap
kecurangan karyawan yang cuti.
· Pencocokan fisik harta perusahaan dengan
catatannya, dengan tujuan untuk menjaga ketelitan keandalan data disamping juga
untuk mengungkap adanya penyimpangan atau penyelewengan dalam pengelolaan harta
perusahaan.
· Adanya staf pemeriksa intern (internal audit
staff) yang dalam perusahaan disebut staf pengawas intern
(SPI). Satf ini bertugas untuk melakukan audit, mengecek efektivitas
unsur-unsur sistem pengendalian intern, investigasi, ataupun berperan sebagai “konsultan” intern
bagi unit-unit organisasai lainnya. Agar hasil pengawasannya efektif dan
objektif, SPI harus mandiri dan tidak ikut campur atau terlibat dalam kegiatan
operasional perusahaan.
·
Mekanisme saling uji antarfungsi.
Karyawan dengan Kualitas Yang Sesuai dengan Tanggung Jawab
Kualitas karyawan
ditentukan oleh tiga aspek, yaitu pendidikan, pengalaman, dan akhlak.
Pendidikan dan pengalaman berada dalam satu sisi dimensi karena bersifat saling
mengisi. Pendidikan yang rendah dapat diisi oleh pengalaman yang panjang. Sebaliknya,
pengalaman yang pendek dapat diisi oleh pendidikan yang sesuai dan panjang,
meskipun dalam beberapa jenis pekerjaan, pengalaman mutlak diperlukan.
Unsur akhlak sangat diperlukan untuk
posisi-posisi jabatan yang berkaitan langsung dengan harta perusahaan, seperti
misalnya kasir, gudang, atau posisi eksekutif puncak perusahaan yang berwenang
mengambil keputusan strategis. Akhlak harus mendapat perhatian serius dari
manajemen, karena keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh akhlak
pemimpinnya. Disini harus diingat bahwa di indonesia, budaya paternalistik
sangat kental, artinya, perilaku bawahan sangat terpengaruh oleh perilaku
atasan. Jadi semakin tinggi posisi pelaku penyelewengan, akan semakin besar
dampak kerusakan yang ditimbulkannya. Disini akan berlaku “efek bola saslju snowball effect” penyimpangan
yang dicontohkan atasan akan menggelinding ke bawah hingga dampak merusaknya
semakin besar.
Widjajanto
N. 2001. Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta : Erlangga. Hal 18-21
Comments
Post a Comment